Liputan KPK. com
OGAN ILIR, Sumatera Selatan – Sebuah tirai dibuka paksa oleh audit komprehensif Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI), menyingkap praktik-praktik yang merongrong integritas pengelolaan keuangan daerah di Kabupaten Ogan Ilir.
Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) bernomor 41.B/LHP/XVIII.PLG/05/2025 yang dirilis pada 25 Mei 2025, bukan sekadar deretan angka, melainkan sebuah narasi kelam tentang dugaan maladministrasi sistematis dalam pembayaran jasa konsultansi di empat Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), mengancam hilangnya ratusan juta rupiah dana publik yang seharusnya diperuntukkan bagi kemaslahatan masyarakat.
Di tengah geliat pembangunan yang mestinya didukung oleh efisiensi anggaran, BPK justru menemukan anomali mencolok. Dari total Belanja Barang dan Jasa sebesar Rp509 miliar lebih pada tahun 2024, realisasi untuk jasa konsultansi konstruksi dan non-konstruksi mencapai lebih dari Rp8 miliar. Namun, di balik angka-angka tersebut, terkuaklah borok kelebihan pembayaran senilai Rp294.946.775,39, ditambah potensi kelebihan pembayaran sebesar Rp57.775.000,00 yang tersebar di 20 paket pekerjaan jasa konsultansi. Ini bukan sekadar kesalahan administratif; ini adalah cerminan dari kelalaian akut dan potensi penyimpangan yang merugikan keuangan negara.
Modus operandi yang teridentifikasi BPK menunjukkan pola yang mengkhawatirkan:
– Tarif Non-Personel Melampaui Batas: Biaya-biaya pendukung yang digelembungkan secara tidak proporsional, melampaui ambang batas yang ditetapkan, mengindikasikan ketiadaan kontrol yang ketat.
– Tumpang Tindih Penugasan Personel: Para konsultan ditugaskan pada proyek-proyek yang saling beririsan waktu, memunculkan pertanyaan fundamental tentang efektivitas kerja dan kualitas hasil yang sesungguhnya.
– Pembayaran Tak Sesuai Kualifikasi dan Kinerja: Honorarium yang dibayarkan kepada personel tidak sepadan dengan kualifikasi yang dijanjikan, bahkan disinyalir ada pembayaran untuk pekerjaan yang tidak terlaksana, mengikis prinsip akuntabilitas.
– Biaya Langsung Non-Personel Tanpa Bukti Valid: Pengeluaran substansial tanpa didukung oleh bukti pertanggungjawaban yang memadai, membuka celah lebar bagi penyalahgunaan anggaran.
Empat SKPD yang menjadi episentrum temuan ini adalah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Kesehatan, Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkimtan), serta Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR). Masing-masing dinas ini, yang seharusnya menjadi garda terdepan pelayanan publik, kini dihadapkan pada sorotan tajam atas dugaan kelalaian dalam pengawasan dan pengendalian internal.
BPK, sebagai penjaga marwah keuangan negara, telah mengeluarkan rekomendasi tegas:
– Peningkatan Pengawasan & Pengendalian: Memperketat kendali atas setiap sen anggaran jasa konsultansi.
– Asah Kecermatan PPK & PPTK: Menuntut Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) untuk lebih teliti dan bertanggung jawab dalam setiap tahapan proyek.
– Pemulihan Kerugian Negara: Segera memproses dan menyetorkan kembali kelebihan pembayaran sebesar Rp259.391.888,00 dan potensi kelebihan pembayaran Rp57.775.000,00 ke Kas Daerah, sebuah langkah krusial untuk mengembalikan kepercayaan publik.
Keresahan publik tak terbendung. Budi Riskianto, representasi ketua DPD Generasi Muda Peduli Tanah Air (Gempita) Ogan Ilir menyuarakan desakan keras kepada Aparat Penegak Hukum (APH) – Polres Ogan Ilir dan Kejaksaan Negeri Ogan Ilir.
“Temuan BPK ini bukan sekadar catatan merah administratif, melainkan indikasi kuat adanya penyalahgunaan wewenang dan potensi tindak pidana korupsi. Kami menuntut APH untuk segera bergerak cepat, melakukan investigasi mendalam, dan jika terbukti ada unsur pidana, seret para pihak yang bertanggung jawab ke meja hijau. Jangan biarkan dana rakyat menjadi bancakan!” tegas Budi.jum’at/10/10/2025/
Gelombang protes juga datang dari Serikat Pemuda dan Masyarakat Sumsel (SPM Sumsel). Dikoordinatori oleh Yovi Meitaha, SPM Sumsel berencana menggelar aksi demonstrasi besar-besaran di depan Kantor DPRD Kabupaten Ogan Ilir Pekan Depan.
“Kami akan turun ke jalan untuk mendesak DPRD Ogan Ilir agar menindaklanjuti temuan BPK RI di 4 SKPD ini. Ini bukan hanya soal angka, tapi tentang keadilan dan akuntabilitas penggunaan uang rakyat,” ujar Yovi dengan nada berapi-api.
“Kami melihat ada potensi kerugian negara yang sangat besar, dan ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. DPRD sebagai wakil rakyat harus segera membentuk Pansus atau tim khusus untuk mengusut tuntas masalah ini. Jangan sampai temuan BPK hanya menjadi arsip tanpa ada tindak lanjut konkret. Kami tidak ingin ada impunitas bagi pelaku korupsi yang merugikan masyarakat Ogan Ilir!” serunya, menegaskan komitmen mereka untuk terus mengawal kasus ini hingga tuntas.
Kasus ini menjadi ujian integritas bagi Kabupaten Ogan Ilir, sekaligus barometer komitmen penegakan hukum di Bumi Seganti Setungguan. Publik menanti bukan hanya pemulihan kerugian finansial, tetapi juga penegakan keadilan yang transparan dan akuntabel.
Hanya dengan demikian, kepercayaan masyarakat terhadap birokrasi dapat dipulihkan, dan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik dapat ditegakkan tanpa kompromi.
Liputan KPK
David