Labura, liputankpk.com – Publik menyoroti dugaan maraknya peredaran kayu balok dari wilayah Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura) yang diduga berasal dari kawasan Hutan Bukit Barisan, kawasan yang termasuk dalam hutan lindung milik negara.
Ironisnya, pengangkutan kayu balok tersebut diduga melintas bebas di Jalan Lintas Sumatera (Jalinsum) tanpa adanya tindakan tegas dari aparat penegak hukum (APH) maupun instansi kehutanan.
Peristiwa ini terjadi pada Rabu, 15 Oktober 2025, di wilayah Kecamatan Aek Natas – NA IX-X, Kabupaten Labura.
Menurut keterangan sumber terpercaya yang dihimpun oleh awak media, kayu balok berbentuk bulat yang diangkut menggunakan truk colt diesel berbobot delapan ton itu diduga berasal dari Desa Sibito, Poldung, dan beberapa titik lain di kawasan hutan Bukit Barisan.
Aktivitas tersebut menimbulkan pertanyaan publik, sebab truk-truk pengangkut kayu itu tampak melintas di jalur utama tanpa adanya pemeriksaan dari pihak berwenang.
Padahal, kegiatan penebangan, pengangkutan, dan penjualan hasil hutan tanpa izin resmi merupakan pelanggaran serius berdasarkan:
Pasal 12 huruf a dan b jo. Pasal 82 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan — yang menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan penebangan pohon di dalam kawasan hutan tanpa izin dapat dipidana dengan penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun, serta denda antara Rp500 juta hingga Rp2,5 miliar.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan juga menegaskan bahwa hasil hutan hanya dapat diangkut atau diperdagangkan dengan dokumen sah hasil hutan (SKSHH) yang diterbitkan oleh instansi berwenang.
Menanggapi hal ini, Ketua LSM Tipikor Indonesia angkat bicara dan menilai bahwa tidak adanya tindakan nyata dari aparat justru menimbulkan persepsi negatif di masyarakat.
“Kami dari Lembaga Tipikor Indonesia meminta kepada Bapak Kapolres Labuhanbatu, AKBP (nama Kapolres) agar segera menurunkan tim dan memeriksa aktivitas pengangkutan kayu dari wilayah Aek Natas. Jangan sampai penegakan hukum terkesan pilih kasih atau tutup mata,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa pembiaran terhadap praktik perambahan hutan dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan serius, seperti banjir, longsor, dan berkurangnya sumber air bersih bagi masyarakat sekitar.
“Kami berharap penegakan hukum berjalan transparan. Kalau memang ada unsur pelanggaran, segera proses sesuai ketentuan hukum. Tapi kalau legal, tunjukkan dokumennya supaya tidak ada fitnah di publik,” tambahnya.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada keterangan resmi dari pihak Polres Labuhanbatu maupun Dinas Kehutanan terkait aktivitas pengangkutan kayu yang diduga ilegal tersebut.
Masyarakat berharap agar aparat penegak hukum turun langsung ke lapangan untuk memastikan apakah kayu balok yang keluar dari wilayah Labura memiliki dokumen sah atau tidak.
Publik kini menunggu langkah nyata dari Polres Labuhanbatu, agar tidak muncul kesan adanya pembiaran terhadap dugaan pelanggaran hukum di kawasan hutan negara. (AKC)











