Sengketa Tanah Warisan 36 Hektar di Bucor Wetan Memanas: Dua Kubu Adu Bukti, Advokat Turun Tangan

LIPUTANKPK.COM-BREAKING NEWS

Probolinggo, LiputanKPK.com – Minggu 29 Juni 2025 — Perselisihan kepemilikan tanah seluas 36 hektar di Desa Bucor Wetan, Kecamatan Pakuniran, Kabupaten Probolinggo, kembali mencuat dan menyita perhatian publik. Dua kelompok berbeda kini saling mengklaim sebagai pemilik sah tanah tersebut. Di satu sisi, pihak yang mengaku sebagai ahli waris dari almarhumah Soemo Mahra, sementara di sisi lain, pemilik sertifikat resmi yang telah menguasai tanah tersebut selama puluhan tahun.

Holip, salah satu pihak yang mengklaim sebagai ahli waris, menyatakan bahwa tanah tersebut adalah peninggalan leluhurnya yang hingga kini belum dapat dinikmati oleh seluruh ahli waris karena masih dikuasai oleh pihak lain. Bersama keluarganya, ia mengambil langkah tegas dengan memasang spanduk, membangun pagar, dan menanam pohon pisang di area yang disengketakan. “Kami pasang banner dan pagar agar masyarakat tahu bahwa ini adalah tanah warisan kami. Kami punya pipil dari almarhumah Soemo Mahra,” ujar Holip.

Menurut Holip, pihaknya sudah berusaha menyelesaikan permasalahan ini secara damai melalui mediasi dengan pemerintah desa, namun belum menemukan titik temu. Ia merasa langkah pemasangan atribut di lokasi adalah upaya terakhir sebagai penanda klaim yang serius.

Namun, tindakan ini mendapat penolakan keras dari pihak lain, yakni Andika dan Rosyida, warga Bucor Wetan yang saat ini menguasai sebagian besar lahan tersebut. Keduanya mengaku sangat terkejut ketika mendapati spanduk klaim terpasang di atas tanah yang menurut mereka secara hukum sah milik mereka.

“Kami tidak pernah menjual tanah ini kepada siapa pun. Tanah ini bersertifikat resmi atas nama kami sejak 2018 lewat program PTSL. Tiba-tiba ada orang datang memasang banner mengaku-ngaku. Ini tidak benar,” ujar Rosyida saat ditemui di kediamannya.

Pernyataan Andika dan Rosyida mendapat dukungan penuh dari Kepala Desa Bucor Wetan, Akhmad Zaini. Ia menegaskan bahwa proses penerbitan sertifikat atas nama Andika dan Rosyida berjalan sesuai prosedur, tanpa adanya sanggahan atau klaim dari pihak mana pun saat pengajuan. “Saya tahu persis proses PTSL mereka, lengkap dan tidak ada keberatan dari siapa pun saat itu. Data mereka sah dan diakui oleh desa,” tegas Zaini.

Di tengah memanasnya konflik ini, kedua belah pihak kini sama-sama menggandeng kuasa hukum. Pihak Holip mengklaim akan membawa bukti warisan dalam proses hukum. Sedangkan pihak Andika dan Rosyida telah didampingi langsung oleh tim advokat yang terdiri dari H. Moh. Taufiq, SH, MH dan Moh. Syaifuddin, S.Pd, SH.

Taufiq menegaskan bahwa kliennya memiliki bukti kepemilikan paling kuat secara hukum, yakni Sertifikat Hak Milik (SHM). “Kita negara hukum. Kalau ada yang merasa memiliki tanah, salurkan melalui gugatan perdata di pengadilan. Jangan main serobot dan pasang banner seenaknya. Itu perbuatan melawan hukum,” ujarnya.

Bahkan, pihaknya berencana melaporkan peristiwa ini ke aparat penegak hukum karena dinilai memenuhi unsur pidana, terutama terkait pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan dan dugaan penyerobotan lahan. “Ini bukan hanya soal perdata, tapi juga pidana. Klien kami sudah menguasai tanah ini hampir 80 tahun. Tiba-tiba ada yang datang membawa klaim tanpa dasar hukum yang kuat. Ini tidak bisa dibiarkan,” sambung Taufiq.

Sementara itu, advokat Moh. Syaifuddin menekankan pentingnya edukasi hukum bagi masyarakat agar tidak menggunakan cara-cara di luar jalur hukum dalam mengklaim hak tanah. “Kami hadir bukan sekadar mendampingi klien, tapi juga memberikan edukasi bahwa sengketa tanah harus diselesaikan secara konstitusional, bukan dengan premanisme hukum,” ujarnya.

Sengketa ini pun menjadi sorotan masyarakat setempat, terutama karena skala tanah yang disengketakan cukup luas, yakni mencapai 36 hektar. Tak hanya menjadi konflik kepemilikan, tetapi juga membuka ruang diskusi tentang pentingnya legalitas dan pembuktian hukum dalam sengketa agraria.

Masyarakat berharap kasus ini bisa diselesaikan secara terbuka, adil, dan berdasarkan alat bukti yang sah. Pemerintah desa juga diminta tetap netral dan profesional dalam menangani perkara ini.

Penulis: M. Amin

banner 300x250

Pos terkait

banner 468x60

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *