Pontianak, Liputan kpk com – Kalimantan Barat – Ketegangan antara masyarakat sipil dan lembaga peradilan kembali memanas. Badan Pengelola Migrasi (BPM) Kalimantan Barat melontarkan ancaman serius untuk mengepung pengadilan, menyusul dugaan kuat bahwa hukum telah dipermainkan oleh oknum-oknum tertentu. BPM Kalbar menilai sejumlah putusan pengadilan dalam beberapa perkara mencerminkan ketidakadilan dan menyimpang dari prinsip hukum yang seharusnya ditegakkan secara objektif.
Dalam pernyataan persnya, perwakilan BPM Kalbar menyampaikan kekecewaan mendalam atas apa yang mereka sebut sebagai “rekayasa hukum” yang merugikan masyarakat pencari keadilan. Mereka menduga adanya praktik manipulatif yang dilakukan oleh oknum aparat hukum, mulai dari tahap penyelidikan hingga vonis. BPM Kalbar menyatakan telah mengantongi bukti-bukti dugaan pelanggaran prosedur hukum yang akan segera diserahkan kepada lembaga pengawas.
BPM Kalbar menuntut agar pengadilan membuka kembali perkara-perkara yang dinilai cacat hukum, serta meminta pemerintah pusat untuk mengintervensi dan mengevaluasi kinerja aparat penegak hukum di wilayah Kalimantan Barat. Mereka juga menyerukan agar Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung turun tangan dalam menyelidiki potensi pelanggaran kode etik oleh hakim maupun jaksa yang terlibat. Tuntutan ini akan mereka sampaikan dalam aksi damai yang direncanakan dalam waktu dekat.
Ancaman pengepungan pengadilan ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat, terutama mengingat potensi benturan antara massa dan aparat keamanan. Meski demikian, BPM Kalbar menegaskan bahwa aksi yang akan dilakukan bersifat damai dan konstitusional. Mereka mengklaim hanya ingin menyuarakan aspirasi masyarakat yang merasa kecewa terhadap proses hukum yang tidak transparan dan merugikan.
Hingga berita ini diturunkan, pihak pengadilan belum memberikan tanggapan resmi atas pernyataan BPM Kalbar. Beberapa tokoh masyarakat dan pengamat hukum mengimbau agar semua pihak menahan diri dan menempuh jalur hukum yang berlaku. Mereka menekankan pentingnya menjaga wibawa lembaga peradilan, namun juga mengingatkan bahwa kritik yang membangun merupakan bagian dari demokrasi. Kasus ini pun menjadi sorotan publik yang menuntut perbaikan menyeluruh dalam sistem hukum di daerah.,( Mulyadi )












