Liputankpk.com OKI – Sejumlah warga Desa Tanjung Kemang, Kecamatan Pampangan, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), mempertanyakan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan Dana Desa yang dilakukan oleh kepala desa setempat. Pasalnya, berbagai program fisik yang dibiayai dari Dana Desa diduga tidak sesuai dengan spesifikasi, dan bahkan disinyalir terjadi praktik mark-up anggaran.
Menurut warga, realisasi program yang dilaporkan tidak sebanding dengan besarnya anggaran yang dikucurkan. Sejumlah proyek juga tidak menunjukkan hasil yang signifikan di lapangan. Hal ini menimbulkan kecurigaan adanya indikasi pengelolaan anggaran yang tidak sesuai prosedur dan hanya menguntungkan pihak tertentu.
> “Kami meminta kepada Bapak Bupati Ogan Komering Ilir, H. Muchendi Mahzareki, agar segera mengambil tindakan tegas. Jangan sampai hukum hanya tajam ke bawah, tapi tumpul ke atas,” tegas Hendra Wijaya, salah satu tokoh masyarakat setempat.
Data Dugaan Ketidaksesuaian Realisasi Dana Desa
Berikut beberapa rincian anggaran Dana Desa Tanjung Kemang yang menjadi sorotan:
Tahun 2021:
Pembangunan/Rehabilitasi/Peningkatan Fasilitas Jamban Umum/MCK: Rp 102.470.000
Tahun 2022 (Tahap II):
Belum ada pelaporan realisasi penyaluran ke aplikasi OMSPAN Kementerian.
Tahun 2023:
Rehabilitasi/Peningkatan Fasilitas Jamban Umum/MCK: Rp 53.685.000
Fasilitas Air Bersih (Sumur Bor, Tandon Penampungan Air Hujan, Mata Air): Rp 121.587.000
Tahap II: Tidak ada pelaporan realisasi ke OMSPAN
Tahun 2024:
Alat Produksi dan Pengolahan Peternakan (Kandang, dll): Rp 147.534.800
Balai Desa/Kemasyarakatan: Rp 165.444.200
Hingga berita ini diterbitkan, kepala desa Tanjung Kemang belum memberikan tanggapan atau hak jawab, meskipun pihak media telah berupaya beberapa kali melakukan konfirmasi. Sikap bungkam ini memperkuat dugaan bahwa ada unsur kesengajaan untuk menutupi penyimpangan.
> “Kami mendesak Dinas PMD dan Inspektorat Kabupaten OKI untuk turun langsung ke lapangan dan melakukan audit menyeluruh atas program-program yang didanai dari Dana Desa, khususnya tahun anggaran 2022 dan 2023,” lanjut Hendra.
Desakan untuk Penegakan Hukum
Masyarakat berharap aparat penegak hukum tidak tinggal diam. Mereka menuntut agar Inspektorat, Dinas PMD, dan aparat penegak hukum lainnya menindaklanjuti dugaan penyelewengan ini secara profesional dan tanpa tebang pilih.
Sebagai landasan hukum, Hendra mengutip Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi:
> “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun serta denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.”
Jika terbukti ada unsur permufakatan jahat, gratifikasi, atau mark-up anggaran, maka hal ini bukan hanya pelanggaran administratif, melainkan pidana korupsi.
Masyarakat Akan Terus Memantau
Warga Desa Tanjung Kemang berkomitmen untuk terus mengawal perkembangan kasus ini. Mereka berharap pemerintah daerah, khususnya Bupati OKI, menunjukkan keberpihakan pada rakyat dan menegakkan hukum tanpa pandang bulu.
> “Apakah hukum masih tajam di OKI? Kami akan terus mencari jawabannya,” pungkas Hendra Wijaya.
Pihak media masih membuka ruang untuk hak jawab dari Kepala Desa Tanjung Kemang agar pemberitaan ini tetap berimbang dan berlandaskan kode etik jurnalistik.
(Hendra)